Semua orang
cenderung akan memprioritaskan sesuatu yang membuatnya bahagia. Wujudnya
beraneka ragam, mulai dari materi, kekuasaan, status, popularitas, pekerjaan, cita-cita, pasangan,
kehidupan ideal dll. Semua akan dimulai dari mencari tahu, mengejar dan
berusaha untuk mendapatkannya. Kau akan mati-matian memperjuangkan dan
memberikan seluruh fokus hidupmu untuk hal tersebut. Tak jarang harus
mengorbankan kepentingan-kepentinganmu yang lain, contoh sederhananya sering
kita dengar kata-kata seperti, “bukannya tidak peduli dengan keluarga, tapi aku
sibuk kerja untuk memperoleh banyak uang dan kehidupan yang lebih baik!”, “aku
ingin fokus belajar dulu, baru setelah itu mencari pasangan!”. Tapi apa benar itu adalah kebahagian
sesungguhnya dalam hidupmu? Atau ambisi sesaat?
Dengan
hal-hal sederhana seperti ini kita bisa dengan mudah melihat mana prioritas
orang tersebut dan kadar kepuasan atau bahagiannya terhadap sekitarnya. Seorang
suami yang lebih giat bekerja sepanjang waktu atau sering lembur, ketimbang
menghabiskan hidup dengan keluarga, bukan berarti tidak bahagia dengan
keluarganya, melainkan ekspresi kebahagiaan bagi dirinya merupakan materi
sehingga dia berpikir dengan materi atau status yang lebih tinggi dapat membuat
keluarganya lebih bahagia.
Ada juga
beberapa jenis orang yang ekspresi kebahagiannya merupakan kepuasanan batin.
Seperti seorang seniman kebanyakkan, dia tak keberatan hidup sederhana,
melakukan apapun yang membuatnya senang dan bebas. Orang-orang kebanyakkan
pasti melihatnnya sebagai aneh atau terlihat menderita karena miskin dan lusuh.
Ada juga para sukarelawan yang bekerja diberbagai macam bidang, seperti guru di
pelosok pedalaman, perawat atau dokter yang menolong pasien-pasien tak mampu
secara cuma-cuma dan lain sebagainya, mereka bahagia tanpa memperoleh materi
yang pantas, bahkan meninggalkan keluarga demi memenuhi kepuasan batinnya
menolong orang lain.
Sebagian
besar dari kita masih mengekspresikannya dalam bentuk materi, status,
popularitas dan hal duniawi lainnya. Banyak dengan alasan berbeda-beda yang
ujung-ujungnya jatuh pada konteks itu-itu lagi. Kebanyakkan orang dengan rasa
ekspresi kebahagian berbeda akan sulit menerima perbedaan ekspresi kebahagian
yang bersebrangan. Seorang pembisnis sulit untuk merasa bahagia dengan
melakukan hal cuma-cuma demi orang lain dalam skala besar dan intens. Seorang public
figure atau orang-orang yang terbiasa hidup mewah tak mengerti mengapa seorang
pertapa atau orang pedesaan bisa hidup tenang dan bahagia dalam jangka panjang,
yang menurut mereka membosankan.
Banyak dari
kita-kita yang tak kunjung memperoleh rasa bahagia yang sesungguhnya. Haus akan
ambisi dan tak pernah merasa cukup dan sudah puas. Sepanjang hidupnya dia akan
terus mencari sampai dia mati, bahkan tidak jarang merasa baru menemukan titik
sadar sebenarnya apa yang dia menjelang ajal, dan sebagian besar penuh penyesalan
tak lebih cepat menyadarinya.
Seperti
salah satu artikel yang saya baca mengenai seorang suster yang sering menemani
sisa waktu terakhir pasiennya, dan menemaninya mengobrol banyak hal dan
konsteks yang sering muncul adalah penyesalan-penyesalan mereka. Banyak konteks
mirip yang sering diucapkan, seperti “saya menyesal terlalu banyak bekerja dan
kurang waktu untuk keluarga” , “saya menyesal tidak mempertahankan hubungan
baik dengan teman.” , “saya harap lebih berani mengungkapkan keinginan saya.”
, “saya menyesal tidak hidup menjadi
diri sendiri, bukan ekspetasi orang.”… lengkapnya baca di sini
Kita harus
bijak dan lebih peka terhadap diri sendiri untuk mengetahui apa kebahagian
sesunggguhnya bagi kita. Lebih sering melakukan hal sprititual dan membuat
refleksi diri. Jangan sampai kita tertelan ambisi sendiri, melakukan pencarian
tanpa akhir, dan membuat daftar penyesalan panjang diakhir hidup. Bila bisa
menyadarinya lebih cepat akan lebih baik, tak harus menunggu sampai diambang kematian baru semua prioritas
sesungguhnya mengambang ke permukaan. Untuk mudahnya bayangkan bila anda
divonis akan mati dalam 24 jam kedepan. Renungkan apa yang akan anda lakukan
disisa umur anda itu?
Anda pasti akan menyeleksi ketat hal-hal yang benar-benar penting saja yang ingin anda lakukan dan dengan siapa. Kita juga tidak bisa membantah bahwa hidup kita bisa berakhir kapan saja tanpa harus selalu ada masa-masa kritis dulu seperti orang sekarat. Alangkah baiknya disisa hidup kita yang tak tentu ini diisi dengan hal-hal yang lebih bermakna dan berkualitas.
Saat kebahagiaan sudah bersamamu, banyak hal yang sudah tak lagi cukup penting bagimu. Kau hanya akan melakukan hal-hal yang melengkapi kebahagianmu yang telah ada. Bukan kebalikannya lagi seperti orang awam yang melakukan banyak hal untuk mengejar dan mendapatkan kebahagian.
Orang dengan
ambisi dan keinginan yang masi muluk biasanya orang yang baru merangkak mencari
kebahagiaan, bahkan ada yang mencari sampai mati, yang berarti dia belom
mendapat kebahagiaan sesungguhnya. Orang yang sudah merasakan kebahagiaan
sesungguhnya, nafsu keinginannya sendiri akan mulai surut. Beda dengan
kebahagian semu yang pasang surut.
Seperti
orang tua di pedesaan yang hidup tenang dan bahagia dengan sekitarnya, melalui
hidup sederhana dan damai untuk melengkapi yang telah ada. Mereka tidak begitu
berambisi atau menginginkan kemewahan ini itu lagi. Tak juga ingin hidup di
kota megah. Tak juga ingin pekerjaan tak sesuai dengan dirinya dengan uang
banyak. Karena mereka sudah mendapatkan yang mereka mau, kebahagian, dan hanya
perlu memeliharanya sehingga dapat dinikmati jangka panjang. Anda hanya akan
merasakan itu dan mengerti saat kau sudah mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment