Saya tidak
mengerti mengapa begitu banyak orang sekitar saya yang memandang saya dengan
wajah heran dan khawatir akan masa depan saya yang dikarenakan pekerjaan saya
tidak jelas penghasilannya. Bahkan mereka selalu merasa saya tidak punya uang
dan susah, tapi terkadang heran saya masih bisa membeli ini itu atau pergi ke
sana-sini. Mereka melihat hidup saya seakan susah tapi begitu santai dan
menikmatinya tanpa beban atau khawatir memikirkan keuangan saya.
Kenyataannya
uang saya memang tidaklah begitu banyak. Tapi masih cukup untuk memuaskan apa
yang inginkan. Saya cukup baik dalam mengontrol keuangan saya. Tidak banyak
tapi dipakai seefisien mungkin sehingga nilainya memuaskan. Walau kadang malah
terlihat seperti boros tak berarti. Contohnya, disaat keuangan saya tipis, saya
masih sempat-sempatnya membeli tiket konser VIP idola saya, atau membeli
jaket-jaket yang sedang obral sampai 5 potong ketika sedang wisata ke luar
kota, sampai saya harus utang dulu pada temen saya untuk ongkos perjalanan,
baru saya bayar ketika tiba di Jakarta lagi. Hahaha.
Pada dasarnya
saya memang orang yang termasuk giat menabung dan membuat simpanan untuk
berbagai keperluan mendadak. Saya tidak mau merengek konyol ketika ada sesuatu
yang saya perlukan dalam event tertentu, tapi saya tidak punya uang. Rasanya melihat
orang seperti itu menyedihkan sekali. Seperti mau beli benda atau tiket yang
cuma ada waktu tertentu tak mungkin menunggu sampai situ punya uang lagi,
keburu ludes.
Saya tidak
suka tanggung-tanggung. Ketika sedang ingin boros dan bersenang-senang, tetu
saya tidak akan pusing memikirkan sudah berapa yang saya habiskan, dan tinggal
berapa sisanya. Tapi pada titik tertentu saya akan kembali menabung dan
berhemat lagi.
Lagipula yang
membuat bahagia dan puas bukanlah nominalnya. Melainkan keseharian yang anda lewati.
Setiap waktu yang dilewati dengan rasa bahagia, meski sederhana, itu adalah
kemewahan dan sangat mahal harganya. Bahkan ketika saya terlihat sedang
bermalas-malasan.
Pasti orang
disekitar saya akan lebih setuju bila waktu saya yang begitu banyak digunakan
secara produktif dan lebih menghasilkan uang ketimbang dengan rutinitas saya
yang hanya mengajar les gambar seminggu sekali pada hari minggu. Sisanya,
senin-sabtu saya lakukan apapun yang saya mau. Entah itu menggambar santai,
membuat baju, pergi-pergi, melewatkan banyak waktu dengan orang yang dicintai,dan
sebagainya, bahkan hanya tidur-tiduran dan main computer seharian. Orang lain
kerja 5-6 hari seminggu,libur hanya sehari. Saya kerja sehari, libur 6 hari. Hahaha.
Pendapatan saya
tidaklah besar dan tetap. Bahkan kadang bisa dibawah 1juta perbulannya. Meski klo
di hitung perjam cukupt tinggi, bisa 50ribu lebih. Kalau dihitung dengan teori
matematika tentu bila saya seaktif jam kerja orang normal, 5juta sebulan
sangatlah mungkin. Tapi saya tidak ingin seperti itu. Saya lebih menikmati
keseharian saya yang seperti ini.
Bodoh? Pemalas?
Cuma banyak ngomong? Yaaa!! Anda benar. Tapi saya tidak cuma banyak ngomong,
tapi saya sudah membuktikannya. Sejak dibangku SMK saya sudah berpenghasilan
1juta perbulan dari kerja freelance disebuah konfeksi, sebagai editor pola
marker, yang jam kerjanya sedikit dan bisa minta keringanan hanya masuk bila
memang ada kerjaan. Pendapatannya 30k-50k/jam kalo saya hitung. Untuk anak
seumur saya waktu itu, penghasilan segitu sudah sangat lumayan dan jam terbang
fleksibel. Semua teman dan guru saya begitu kagum termasuk orang tua saya. Tapi
pada kenyataannya itu hanya membuat saya senang pada awal-awal karena begitu
disanjung, selebihnya saya muak dan sangat ingin berhenti saja karena saya
lelah mempertahankan akademik saya dan tak ada yang memikirkan kapan saya punya
waktu untuk tugas dan belajar. Memang secara keuangan saya jadi sangat santai
dan bisa membeli ini-itu. Tapi bila dikatakan bahagia, jawabannya tidak. Saya berhenti
setelah 3 tahun bekerja, tak lama setelah saya lulus sekolah. Rasanya begitu
lega, bahkan asal bisa berhenti lebih cepat saya rela tak perlu di gaji bulan
terakhir. Hahaha…
Awalnya
selain mengajar, saya juga sering belajar dan ikut job kerja bersama pembimbing
saya, sehingga jam kerja saya bahkan lebih dari orang normal, bisa sampai
menginap dan tidak pulang, keungannya juga tidak jelas. Tapi lebih banyak
tentunya. Awalnya juga semangat, tapi makin hari, makin terbentuk pola
rutinitas yang mengikat lagi. Tak lama dari itu saya jadi jarang datang ke
tempat pembimbing sampai titik dimana saya cuma datang hari minggu untuk
mengajar.
Kesimpulannya
saya memang sangat tidak cocok untuk beraktivitas yang diatur orang lain. Saya
tidak bahagia meski bisa berpenghasilan besar. Saya mulai mengerti setelah
menjalani ini itu yang tidak saya jelaskan saat ini secara detail. Tapi terasa
nyata, ketika saya mulai bergeser dengan melakukan setiap hal dengan kesadaran
penuh dan bebas atas kehendak sendiri. Saya bahagia! Waktu berlalu sangat cepat
dan hidup setiap harinya terasa tanpa beban. Tidak perlu khawatir hal-hal yang
rumit, uang dll. Mirip seperti tinggal dipedesaan dengan pola pikir sederhana
dan damai. Ternyata di tengah kota pun saya bisa merasakan itu, dan kalau
benar-benar bisa tinggal di pedesaan damai lebih bagus lagi. Hahaha…
Kuncinya hanya
menjalani setiap waktu dalam hidup kita dengan nurani kita. Mirip seperti ‘anggaplah
hari ini, hari terakhir hidupmu, apa yang mau kau lakukan?’. Usahakan selalu
menjalani dengan positif dan lebih baik lagi bila dapat berguna untuk makhluk
atau lingkungan, untuk universe. Maka hidup kita akan bahagia dan damai setiap
harinya. Dan percayalah, bila hidupmu untuk lingkunganmu baik, maka kau akan
diperlakukan baik juga oleh lingkunganmu. Uang akan terasa tak menjadi
pengikatmu lagi. Kau akan menemukan cara memperolehnya tanpa harus mengorbankan
kebahagian setiap detik dalam hidupmu.
Bila kau
bahagia dengan pekerjaanmu sekarang, jalanilah, jangan banyak mengeluh ini itu.
Kalo memang tidak suka dan nuranimu berontak, lakukanlah perubahan. Jika tidak,
maka sangatlah menyedihkan bila kita menjadi salah satu dari jutaan orang yang
stress setiap harinya menjalani hidup seperti robot pekerja.
No comments:
Post a Comment