Monday, November 4, 2013

Apa Aku Sudah "benar" Bahagia?



Semua orang cenderung akan memprioritaskan sesuatu yang membuatnya bahagia. Wujudnya beraneka ragam, mulai dari materi, kekuasaan, status,  popularitas, pekerjaan, cita-cita, pasangan, kehidupan ideal dll. Semua akan dimulai dari mencari tahu, mengejar dan berusaha untuk mendapatkannya. Kau akan mati-matian memperjuangkan dan memberikan seluruh fokus hidupmu untuk hal tersebut. Tak jarang harus mengorbankan kepentingan-kepentinganmu yang lain, contoh sederhananya sering kita dengar kata-kata seperti, “bukannya tidak peduli dengan keluarga, tapi aku sibuk kerja untuk memperoleh banyak uang dan kehidupan yang lebih baik!”, “aku ingin fokus belajar dulu, baru setelah itu mencari pasangan!”.  Tapi apa benar itu adalah kebahagian sesungguhnya dalam hidupmu? Atau ambisi sesaat?


Dengan hal-hal sederhana seperti ini kita bisa dengan mudah melihat mana prioritas orang tersebut dan kadar kepuasan atau bahagiannya terhadap sekitarnya. Seorang suami yang lebih giat bekerja sepanjang waktu atau sering lembur, ketimbang menghabiskan hidup dengan keluarga, bukan berarti tidak bahagia dengan keluarganya, melainkan ekspresi kebahagiaan bagi dirinya merupakan materi sehingga dia berpikir dengan materi atau status yang lebih tinggi dapat membuat keluarganya lebih bahagia.

Ada juga beberapa jenis orang yang ekspresi kebahagiannya merupakan kepuasanan batin. Seperti seorang seniman kebanyakkan, dia tak keberatan hidup sederhana, melakukan apapun yang membuatnya senang dan bebas. Orang-orang kebanyakkan pasti melihatnnya sebagai aneh atau terlihat menderita karena miskin dan lusuh. Ada juga para sukarelawan yang bekerja diberbagai macam bidang, seperti guru di pelosok pedalaman, perawat atau dokter yang menolong pasien-pasien tak mampu secara cuma-cuma dan lain sebagainya, mereka bahagia tanpa memperoleh materi yang pantas, bahkan meninggalkan keluarga demi memenuhi kepuasan batinnya menolong orang lain.

Sebagian besar dari kita masih mengekspresikannya dalam bentuk materi, status, popularitas dan hal duniawi lainnya. Banyak dengan alasan berbeda-beda yang ujung-ujungnya jatuh pada konteks itu-itu lagi. Kebanyakkan orang dengan rasa ekspresi kebahagian berbeda akan sulit menerima perbedaan ekspresi kebahagian yang bersebrangan. Seorang pembisnis sulit untuk merasa bahagia dengan melakukan hal cuma-cuma demi orang lain dalam skala besar dan intens. Seorang public figure atau orang-orang yang terbiasa hidup mewah tak mengerti mengapa seorang pertapa atau orang pedesaan bisa hidup tenang dan bahagia dalam jangka panjang, yang menurut mereka membosankan.

Banyak dari kita-kita yang tak kunjung memperoleh rasa bahagia yang sesungguhnya. Haus akan ambisi dan tak pernah merasa cukup dan sudah puas. Sepanjang hidupnya dia akan terus mencari sampai dia mati, bahkan tidak jarang merasa baru menemukan titik sadar sebenarnya apa yang dia menjelang ajal, dan sebagian besar penuh penyesalan tak lebih cepat menyadarinya.

Seperti salah satu artikel yang saya baca mengenai seorang suster yang sering menemani sisa waktu terakhir pasiennya, dan menemaninya mengobrol banyak hal dan konsteks yang sering muncul adalah penyesalan-penyesalan mereka. Banyak konteks mirip yang sering diucapkan, seperti “saya menyesal terlalu banyak bekerja dan kurang waktu untuk keluarga” , “saya menyesal tidak mempertahankan hubungan baik dengan teman.” , “saya harap lebih berani mengungkapkan keinginan saya.” ,  “saya menyesal tidak hidup menjadi diri sendiri, bukan ekspetasi orang.”… lengkapnya baca di sini

Kita harus bijak dan lebih peka terhadap diri sendiri untuk mengetahui apa kebahagian sesunggguhnya bagi kita. Lebih sering melakukan hal sprititual dan membuat refleksi diri. Jangan sampai kita tertelan ambisi sendiri, melakukan pencarian tanpa akhir, dan membuat daftar penyesalan panjang diakhir hidup. Bila bisa menyadarinya lebih cepat akan lebih baik, tak harus menunggu sampai  diambang kematian baru semua prioritas sesungguhnya mengambang ke permukaan. Untuk mudahnya bayangkan bila anda divonis akan mati dalam 24 jam kedepan. Renungkan apa yang akan anda lakukan disisa umur anda itu? 

Anda pasti akan menyeleksi ketat hal-hal yang benar-benar penting saja yang ingin anda lakukan dan dengan siapa. Kita juga tidak bisa membantah bahwa hidup kita bisa berakhir kapan saja tanpa harus selalu ada masa-masa kritis dulu seperti orang sekarat. Alangkah baiknya disisa hidup kita yang tak tentu ini diisi dengan hal-hal yang lebih bermakna dan berkualitas.

Saat kebahagiaan sudah bersamamu, banyak hal yang sudah tak lagi cukup penting bagimu. Kau hanya akan melakukan hal-hal yang melengkapi kebahagianmu yang telah ada. Bukan kebalikannya lagi seperti orang awam yang melakukan banyak hal untuk mengejar dan mendapatkan kebahagian.

Orang dengan ambisi dan keinginan yang masi muluk biasanya orang yang baru merangkak mencari kebahagiaan, bahkan ada yang mencari sampai mati, yang berarti dia belom mendapat kebahagiaan sesungguhnya. Orang yang sudah merasakan kebahagiaan sesungguhnya, nafsu keinginannya sendiri akan mulai surut. Beda dengan kebahagian semu yang pasang surut.


Seperti orang tua di pedesaan yang hidup tenang dan bahagia dengan sekitarnya, melalui hidup sederhana dan damai untuk melengkapi yang telah ada. Mereka tidak begitu berambisi atau menginginkan kemewahan ini itu lagi. Tak juga ingin hidup di kota megah. Tak juga ingin pekerjaan tak sesuai dengan dirinya dengan uang banyak. Karena mereka sudah mendapatkan yang mereka mau, kebahagian, dan hanya perlu memeliharanya sehingga dapat dinikmati jangka panjang. Anda hanya akan merasakan itu dan mengerti saat kau sudah mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya.

No comments:

Post a Comment